Ilmu yang manfaat dunia dan akhirat

Blog ini hanya untuk menambah ilmu bagi saya, dan bagi sahabat-sahabat yang bermurah hati untuk membagikan ilmunya, saya ucapkan terimaksih, semoga ilmu yang manfaat menjadi bekal sahabat didunia dan akhirat

Selasa, 07 Oktober 2008

“Saya melihat karena pemahaman keislamannya yang dangkal”

Dr.H.Muhammad Syafii Antonio, M.Ec: “Saya melihat karena pemahaman keislamannya yang dangkal”

10 04 2008

Hari raya Idul Adha dan peristiwa kurban tidak hanya dimaknai sebagai wujud kepasrahan Nabi Ibrahim yang total kepada Allah. Keduanya juga mengandung makna yang bukan hanya kepatuhan pada Yang Mahapencipta, tapi juga upaya pembebasan manusia dari sifat-sifat hawaniyah melalui pemotongan hewan dan menumbuhkan jiwa sosial dengan berbagi daging bersama dhuafa.

Inilah pesan dari perbincangan mengenai Idul Adha, Hajji, dan Kurban yang disampaikan Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec dalam sebuah wawancara dengan Ahmad Sahidin dari Majalah Swadaya, seusai acara bedah buku terbarunya, “Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager”, di Masjid Pesantren Daarut Tauhiid, Jalan Gegerkalong Girang Bandung, Ahad,18 November 2007. Berikut ini kami sajikan petikannya:

Ustadz, umat Islam pada tiap bulan Dzulhijjah merayakan Idul Adha atau Hari Raya Haji dan ibadah Kurban. Bagi Anda, apa makna dari ketiganya?

Idul Adha itu merupakan simbol dari perjuangan ibadah haji di Mina. Dalam hidup ini pasti akan ada tantangan dan ada cobaan. Cobaan ini bisa kecil, jumrotul ula; cobaan menengah, jumrotul wustho; cobaan besar, jumrotul aqobah. Itu cobaan-cobaan yang datang pada kita, baik yang datang pada sisi keluarga, kantor, atau sisi pergaulan. Itu sangat banyak sekali bentuknya. Nah, ketika kita sampai pada suatu Id, berarti kita bisa melalui pelbagai rintangan tersebut. Begitu juga dengan Idul Kurban. Jadi, bila kita ingin berhasil, harus berkorban. Ini maknanya. Kalau kita ingin berhasil menjadi penulis buku, berarti harus kita korbanin waktu jalan-jalan di mall, atau korbanin semua aktivitas yang kurang bermanfaat dengan banyak baca dan konsentrasi menulis.

Mengapa itu harus dilakukan?

Karena kita harus lebih banyak baca, belajar, agar bisa menulis buku yang baik. Kita harus konsentrasi untuk menjadi penulis buku yang baik. Demikian juga seseorang tidak bisa jadi sarjana yang baik, kalau dia tidak mengorbankan waktu main dan jalan-jalan di mallnya untuk belajar, konsentrasi, atau fokus. Singkatnya, idul kurban atau adha ini adalah simbolisasi perjuangan hidup kita untuk mencapai kesuksesan.

Jadi, peristiwa kurban dalam al-Quran yang diperankan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini hanya sebuah simbol?

Itu sebuah simbolisasi bahwa kita harus berjuang untuk mencapai kesuksesan. Ketika kita mengorbankan sesuatu, seperti dalam penyembelihan kambing, itu sebenarnya suatu simbol bahwa kita harus melakukan pengorbanan. Seperti yang diperintahkan Allah pada Nabi Ibrahim dengan mengorbankan anaknya, Ismail, sebagai bukti kecintaannya pada Allah. Meskipun digantikan dengan domba, tapi penyembelihan secara psikologis sudah terjadi. Artinya, Nabi Ibrahim sudah mematuhi sekaligus bukti ketaatannya pada Allah dengan mengorbankan anaknya yang semata wayang, Ismail.

Bagaimana makna ibadah kurban secara sosial?

Ya memang dalam kurban ada ibadah sosial. Yakni ketika kita menyembelih hewan kurban, kita ingat bahwa di antara kita itu masih banyak yang dalam sehari-harinya tidak makan daging. Maka dengan kurban kita bisa berbagi dengan mereka. Dan pantas bila Allah akan memberikan pahala bagi yang kurban sejumlah darah yang keluar dari sembelihan hewan kurbannya. Allah Subhanawata`ala akan menghapuskan dosa yang berkurban sejumlah bulu-bulu hewan kurban, atau meninggikan derajat kita sejumlah bulu-bulu hewan kurban.

Semakin besar dagingnya, makin banyak yang akan mendapat manfaatnya. Dan itu hampir sama dengan shodaqah. Jelasnya, kurban itu bisa jadi bagian dari shodaqah.

Adakah hal yang sangat krusial dalam ibadah qurban ini yang berkaitan dengan persoalan Nasional yang sedang kita hadapi sekarang ini?

Banyak. Salah satunya, kalau kita ingin aman, maka kita tak boleh melupakan untuk berbagi dengan yang tak punya. Sebab bila kita tak berbagi, biasanya barang kita suka hilang tau ada yang mencuri. Jadi kalau berbagi, yang tak punya tidak akan mencuri karena terpenuhi kebutuhannya. Kita tak boleh korupsi kalau ingin mendapat kekayaan, tapi harus berjuang dengan usaha kita yang maksimal. Nah, kurban atau pembagian daging kurban merupakan salah satu upaya berbagi dengan saudara kita. Insya Allah, saya yakin bila satu komunitas atau penghuni itu suka berderma, dipastikan barang-barangnya aman atau tidak dicuri orang. Sebab pencuri itu pasti berpikir, buat apa mencuri, dia kan baik dan mau berbagi, mending minta pasti dikasih.

Ustadz, apakah dalam konteks sekarang masih ada “Ismail-Ismail” yang bersedia berkorban, atau seperti “Ibrahim” yang mengorbankan bagian dari dirinya?

Ada, namun tingkatannya berbeda. Orang yang dapat dijuluki sebagai “Ismail-ismail” sekarang adalah yang berperang, yang mengorbankan waktu untuk datang ke kegiatan masjid, yang mengobankan uang untuk bantu anak yatim dan dhuafa, atau yang menyediakan rumah singgah bagi orang-orang dhuafa atau dalam perjalanan yang membutuhkan tempat tinggal sementara. Untuk yang bisa dikategorikan “Ibrahim-ibrahim” sekarang adalah mungkin seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anaknya dengan susah payah. Atau seorang ayah yang memikul karung goni dengan susah payah untuk menafkahi keluarganya, bisa disebut “Ibrahim” jaman sekarang. Tapi jelas beda maqomnya. Ada maqom nabi, wali, orang biasa. Nah pengorbanan di antara ketiga maqom tersebut beda-beda bentuknya. Ujiannya juga beda. Maqom nabi jelas lebih tinggi dari kita, orang biasa.

Ini di luar tema kita. Bagaimana komentar bapak tentang munculnya aliran-aliran agama yang dinyatakan menyimpang atau sesat akhir-akhir ini?

Saya melihat karena pemahaman keislamannya yang dangkal. Seseorang yang ingin memahami Islam dengan baik harus menguasai dulu bahasa Arab, tafsir Quran, metode ijtihad, metode hadits dan lain-lainya.

Orang yang memahami Islam melalui metode-metode tersebut dan ilmu, pasti tidak jadi seperti itu (sesat, menyimpang—red). Karena dengan itu, ia bisa memahami konsep khataminnabiyyin, nabi terakhir, sehingga tidak ngaku-ngaku jadi nabi. Atau tidak mereduksi sholat dari lima jadi satu waktu, dengan alasan lima waktu saja banyak ditinggalkan lebih baik satu saja. Nah, yang seperti ini kan sangat tidak sesuai dengan aturan yang sebenarnya dari Allah. Tapi yang paling mendasari lahirnya aliran-aliran agama yang seperti itu karena tidak punya banyak proyek.

Ada pesan untuk masyarakat?

Marilah kita meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail dengan berkontribusi dengan apa yang kita miliki. Seorang yang punya banyak harta bisa berkontribusi dengan uangnya, seorang ilmuwan menjadi pembicara di kampus-kampus, seorang mahasiswa dengan kuliah sebaik-baiknya atau lainnya. Jadi, dengan apa pun bentuknya, meski bukan dalam bentuk uang, kita bisa berkontribusi untuk Islam.

BIODATA

Nama
Muhammad Syafii Antonio

Nama asli
Nio Cwan Chung

Kelahiran
Sukabumi, Jawa Barat, 12 Mei 1965

Pendidikan
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990

Aktivitas
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI
- Pimpinan Yayasan Tazkia Jakarta

Alamat
Chairman Tazkia Group: Jalan Raya Pasar Minggu No.16 F
Pancoran, Jakarta Selatan 12780

Dr.Afif Muhammad.MA : ‘Pelajari Filsafat harus Kuat Akidahnya’

Tidak ada ilmu yang tidak berguna, semuanya saling melengkapi. Walaupun harus diakui pertentangan atau kontroversi dalam suatu disiplin ilmu kerap terjadi. Tak terkecuali adalah filsafat. Apalagi filsafat adalah ilmu yang mengedepankan rasio, akal, pikiran, sehingga masalah yang tidak terlihat bisa diperdebatkan di dunia filsafat. Belum lagi ditambah filsafat adalah ilmu yang membicarakan tentang manusia, agama, tuhan,liberalisme, atheisme, marxisme, dan komunisme, yang terkadang bertentangan dengan Islam.

”Orang yang belajar filsafat haruslah orang pintar yang mempunyai akidah yang kuat, sehingga bisa membantu memaslahatkan umat,” ujar Direktur Pasca Sarjana IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, DR Afif Muhammad MA.

Melihat penting dan sensitivnya ilmu filsafat, sudah barang tentu pengajaran atau metode yang diberikan harus sesuai dengan yang diharapkan. Karena sedikit saja bergeser, keimanan adalah taruhannya. Kepada wartawan Republika, Reni Susanti, dosen di berbagai perguruan tinggi ini menuturkan seluk beluk filsafat termasuk metodenya. Berikut ini petikannya:

Ada yang ‘melarikan’ kasus yang terjadi di UIN Sunan Gunung Djati sebagai praktik pendangkalan akidah yang dilakukan lembaga pendidikan agama. bagaimana komentar Anda?
Kalau kata ‘praktik’, itu merupakan sesuatu yang diprogram dan direncanakan. Dan kalau yang dimaksud dalam pengertian itu, saya jamin tidak akan ada praktik pendangkalan akidah dalam kasus ini. Kalaupun perguruan tinggi itu mempunyai pemikiran yang macam-macam, kami kira untuk dunia akademik itu wajar. Karena kami bukan hanya memahami tapi mendorong orang untuk berpikir kritis. Begitupun dengan pemikiran mahasiswa yang bermacam-macam, dan saya kira itu juga wajar, karena mereka datang dari berbagai kalangan dengan latar belakang yang berbeda.

Sejauh mana batas ilmiah pencarian ketuhanan?
Tentu akan ada batasan. Misalnya kita tidak boleh terlalu berpegang pada kesimpulan akal tanpa bimbingan wahyu. Banyak hal yang tidaak dapat dipecahkan oleh filsafat. Contohnya ketika kita sudah tidak bisa menjawab suatu persoalan, maka kita akan kembali pada wahyu. Namun akal dan wahyu pun berbeda.

Ketika kita berfilsafat maka pada kesimpulan pertama yang muncul adalah tuhan ada atau tiada. Dan apabila buktinya sama-sama kuat maka perlu didialogkan. Kalaupun dalam dialog itu menemukan kebuntuan karena ada keseimbangan antara akal dan wahyu, maka kita harus menggunakan hati nurani kita dengan bantuan agama. Namun untuk masalah ketuhanan sendiri, cara pandang masyarakat awam dan dunia akademik berbeda. Masyarakat awam diberi informasi, didongengi, dan didakwahi. Kalau dunia akademik diajak membuktikan dan bersifat kritis agar imannya semakin kuat.

Sampai batas mana kebenaran agama bisa dibantah atau didebat, bila memang perbedaan pendapat itu rahmah?

Alquran mengatakan jika kalian masih ragu-ragu terhadap ayat yang diturunkan kepada hambaku Muhammad ini, maka coba buat ayat seperti itu perkataan itu memperlihatkan bahwa Alquran menantang. Namun redaksi kata itu jangan hanya diartikan untuk membuat ayat serupa dengan nilai sastra yang sama pula. Tetapi kita harus memikirkan isinya pula. Sebenarnya ini menunjukan bahwa ketika Anda beriman, keimanan itu harus diuji terus menerus jangan disembunyikan ataupun dibentengi. Karena itu dapat mengakibatkan benteng keimanan yang kita anggap kuat pada awalnya ketika dihantam oleh filsafat akan membuat kalah. Inilah yang sering terjadi, kita selalu membentengi keimanan dengan tidak boleh ini dan itu, namun ketika kita bertemu dengan filsafat dan dibenturnya, kita tidak berdaya. Yang namanya filsafat itu terus menggelinding. Kalau kita tidak proaktif kita akan diserang terus.

Kalau boleh tahu, apa alasan itu juga yang membuat mahasiswa Bapak berbuat demikian?
Salah satunya itu. Namun perkataan itu berawal dari kekesalan mereka atas kebobrokan kondisi kita. Hingga kini, koruptor lepas namun penjahat kecil terus ditangkapi. Dengan pemikiran mereka yang masih muda dan belajar filsafat tanpa akidah yang kuat, yang keluar adalah hal itu. Permasalahannya ada pada bahasa yang digunakannya. Kalau saja kemarahan itu bisa mereka cover dalam bahasa yang lebih santun dan bermoral, maka persoalan ini tidak akan terjadi. Bagi saya sendiri, setelah mendengar ucapan itu, saya merasa marah. Kenapa dia menggunakan kata seperti itu ketika dia kesal.

Pendongkelan dan pendangkalan akidah kini makin kasat mata dan terang-terangan dilakukan di dalam masyarakat. Apa yang bisa kita lakukan?
Apabila pendangkalan akidah yang dimaksud akan mengarah pada atheis atau komunis, saya balik bertanya kenapa kita takut pada faham-faham itu? Kalau kita takut pada atheis atau pada suatu hal, maka ada sesuatu yang tidak beres. Ketidak beresan ini, bergantung pada diri kita sendiri. Kita tidak perlu takut pada komunis, toh komunis, di negerinya sendiri seperti Rusia, dan RRC, hancur kok. Alasannya karena mereka tidak punya pesantren, majlis ulama, IAIN, FUUI, dan masjid. Tapi kalau ini terjadi di Indonesia, saya hanya ingin tersenyum. Kenapa mesti takut? padahal kita mempunyai ribuan masjid, kiai, pesantren, kenapa takut? Dengan kekuatan ini, saya yakin atheis ataupun komunis tidak akan berhasil tumbuh. Namun atheis bisa muncul jika terjadi kesenjangan sosial. Seharusnya kita membuktikan bahwa atheis itu salah. Namun bagaimana kita bisa membuktikan kalau kita sendiri tidak mengenal atheis dan komunis, tanpa mempelajarinya.

Apa yang bisa dilakukan umat Islam untuk membentengi diri dari arus ghazwul fikr (perang pemikiran) yang makin deras?
Jawabannya sederhana, yakni harus ada yang belajar filsafat. Tidak usah semuanya, hanya orang-orang pintar yang akidahnya sudah benar, untuk menghadapi filsafat yang luar biasa. Karena filsafat membicarakan tentang tuhan, keadilan, kalau kita mau hancurkan mereka tidak akan bisa kalau hanya dilarang harus ada orang yang dapat membuktikan bahwa itu tidak benar. Kita harus bisa membuktikannya jangan hanya melalui pelarangan saja.

Benarkah metode dakwah yang dikembangkan selama ini kurang mengena?

Metode dakwah tidak bisa hanya dengan kata-kata harus ada pemecahannya. Seperti kasus keluar Islam karena mi instan. Apa yang sebenrnya terjadi? yang terjadi adalah kenapa kita tidak memberi mi instan. Seharusnya dakwah mampu menjaga umat tetap senang dalam Islam. Bukan hanya ngomong kamu salah. Kalau mereka pindah agama itu kesalahan kita, karena dakwah kita hanya omong. Dakwah mereka sudah menggunakan lambang ekonomi. Kesimpulannya, metode dakwah, dan pembelajaran Islam, tidak akan punya kemampuan untuk mengatasi kesulitan hidup, membuat orang amanah, kerja keras. Karena isinya hanya doktrin-doktrin eskatalogis, tentang malikat dengan lainnya. Harusnya ada penguatan di dalam diri umat. Jangan jadikan dakwah sebatas dongeng tentang malaikat. Namun sudah waktunya mengurus dakwah dengan cara liberal. Saya tidak setuju, tapi saya bisa maklum.

Lalu apa yang bisa dilakukan terkait kondisi ini?
Ada dua cara. Pertama, selektivitas, dan yang kedua, proses pembelajaran. Selektifitas telah diusulkan untuk lebih ketat, contohnya untuk tafsir hadis, seharusnya mahasiswa yang masuk telah menguasai Al quran. Proses pembelajaran mereka yang lebih penting dari seleksi. Di situ komitmen dosen juga dilihat. Saya harus mengakui, kurikulum harus dievaluasi, karena hal yang menyangkut akidah dan akhlak sangat kurang. Tapi itu tidak terjadi di IAIN saja, tetapi juga terjadi di SMA. Mata kuliah dasar, komponen fakultas, dan 40 persen komponen lokal yang bisa diubah. Disitulah kita bermain. Kurikulum harus dikembangkan, jangan hanya menerima.